Hai, apa kabar? Semoga dalam keadaan baik, ya.
Dalam hidup, kita setidaknya
pernah sekali, dua kali, atau mungkin seringkali berpikir untuk menjadi orang
lain atau menjalani hidup yang orang lain jalani, bukan? Kalau misalnya lihat
rumput tetangga yang lebih hijau, kita mungkin sering mikir, “kok rumputnya
hijau banget ya? Kok rumput gue engga.” Kita ga bisa memungkiri kalau rasa ‘iri’
itu kadang hadir dalam hati kita, baik disengaja ataupun tidak.
Is it good?
Kadang, rasa iri itu justru
membangkitkan semangat kita untuk menjadi lebih baik. Bisa juga membuat kita
bersyukur jika mau melihat ke bawah atau ke belakang. Tapi rasa tersebut juga
bisa membuat kita membenci orang lain atau bahkan takdir kita sendiri. Ada banyak
pilihan dalam hidup untuk kita melihat sebuah fenomena. Baik dan buruk selalu
menjadi hal yang berdampingan. Dan hari ini, aku lagi-lagi ingin melihat sebuah
fenomena dengan penuh rasa syukur.
Semenjak dilonggarkannya protokol
kesehatan pandemi dan diperbolehkan orang-orang untuk beraktivitas di luar
rumah, perekonomian di daerah-daerah mulai membaik. Banyak para usahawan yang
mulai kembali merintis usahanya. Seperti yang terjadi di kotaku, sejak setahun
belakangan, ada begitu banyak usahawan yang merintis bisnis F&B, terutama
coffee shop. Sebagai mahasiswa semester akhir sekaligus pekerja lepas, coffee
shop adalah tempat yang cocok untuk beraktivitas. Aku juga suka coffee shop karena
suka menonton live music. Suasana coffee shop yang nyaman di siang hari dan
meriah saat malam membuat coffee shop banyak dikunjungi muda-mudi maupun manusia
paruh baya belakangan ini. Namun akan jarang ditemukan bapak ibu yang sudah sedikit
lebih dewasa atau justru sudah lansia di dalamnya, kecuali untuk mereka yang
belum bisa menikmati masa tua dengan nyaman.
Kenapa begitu?
Well. Orang-orang tua yang aku
lihat sering pergi ke coffee shop adalah mereka yang berdagang makanan-makanan
ringan seperti kacang-kacangan, keripik, tahu goreng, dsb. Mereka yang menjajalkan
makanannya di tengah keramaian manusia yang bernyanyi dan bersenda gurau. Mereka
yang kadang berhenti sejenak untuk ikut menikmati alunan musik yang ada. Mereka
yang terkadang menatap sendu manusia-manusia di coffee shop. Ga tau ya sebenarnya
apa yang mereka pikirkan dan terkadang bukan urusan kita juga buat mikirin hal
kayak gitu. Tapi kalo boleh aku berasumsi, bisa jadi mereka punya pikiran kayak…
“seru ya jadi anak muda, hidupnya
bisa ketawa ketiwi aja,”
“enak ya mereka, bisa jajan ini
itu, sedang aku untuk makan dan lanjut berjualan besok aja susah,”
“kapan ya anak-anakku bisa menikmati
hidup seperti mereka,”
“gimana ya rasanya bersenda gurau
bersama teman-teman sebaya,”
“kenapa ya mereka ga mau membeli
daganganku,”
Dsb.
Ini hanya kemungkinan kecil dari luasnya
pemikiran random orang-orang yang melihat aku, kamu, atau mungkin kita yang
sedang duduk di coffee shop. Mereka yang raut wajahnya terlihat sendu. Untuk kamu
yang mungkin jarang memperhatikan lingkungan sekitar, cobalah untuk menjadi lebih
peka. Terkadang dengan melihat suasana sekitar aja, kita bisa mengucapkan syukur
yang luar biasa.
Hari ini aku juga belajar untuk
menghargai orang lain. Jika belum bisa membantu, maka berilah senyuman. Kalau
sedang tertawa dan mereka datang untuk menawarkan jajanan, cobalah untuk menghargai
kedatangannya dengan memelankan suara hingga mereka berpindah tempat. Menghargai
mereka yang berjualan dengan susah payah itu banyak jenisnya, pilihlah salah
satu yang sesuai dengan kemampuan kita. Karena menjadi baik itu ga ada salahnya.
Ini tuh random thought malem tadi
yang baru sempat ditulisin esok paginya. Ada banyak random thought yang mau aku
bagiin. So stay tuned!
Terima kasih sudah datang dan
membaca.
Jangan lupa bersyukur dan berbahagia!
Comments
Post a Comment