Monolog: Keseimbangan dalam Hidup


Hari ini, aku duduk di salah satu kafe di kotaku, menikmati sepotong kue di tengah suasana yang tenang. Langit abu-abu tanpa awan dan sejumput angin sepoi-sepoi memberikan nuansa yang sempurna untuk bermonolog.

Lalu pikiranku mulai melayang ke berbagai pertanyaan yang telah menghantuiku dalam beberapa waktu terakhir. Salah satunya adalah tentang keberagaman dan ketidakadilan dalam kehidupan manusia. Mengapa manusia diciptakan berbeda-beda? Mengapa ada ketimpangan di dunia ini? Apakah keberagaman itu baik?

Keberagaman membawa beragam ide, pandangan, dan pengalaman ke dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Berinteraksi dengan dengan orang-orang yang memiliki latar belakang, budaya, dan keyakinan yang berbeda memperluas pemahaman kita tentang dunia. Namun keberagaman juga bisa memecah belah manusia, gak jarang orang-orang mengkotak-kotak sesuatu sesuai dengan kategori yang mereka punya atau gak punya.

Misalnya saja ketimpangan daya pikir yang aku rasakan di sekitarku. Tentu kita pernah merasakan bahwa di dunia ada orang yang enak diajak bicara, ada juga yang tidak. Dan jujur saja, aku selalu mengeluhkan hal ini. Aku sempat berpikir kenapa orang-orang tidak bisa mengerti sebuah kalimat sederhana yang dilontarkan orang lain. Dengan emosi semata, tentu kebanyakan dari kita -termasuk aku- akan ngedumel 'bego' atau ungkapan sejenisnya.

Meski yaa kalau dipikir-pikir lebih jauh, mungkin terdengar menggoda untuk membayangkan dunia di mana semua orang memiliki kecerdasan yang sama, namun keberagaman dalam kemampuan intelektual adalah bagian alami dari manusia. Setiap individu memiliki kekuatan dan kelemahan berbeda dalam daya berpikir mereka. Beberapa orang mungkin memiliki kemampuan intelektual yang lebih besar daripada yang lain, tetapi itu tidak berarti bahwa mereka secara otomatis lebih baik atau lebih berharga. Lagipula, seperti yang sudah pernah aku tulis sebelumnya bahwa menurut Howard Gardner, kecerdasan manusia itu terbagi kedalam delapan kategori. Keberagaman dalam kecerdasan manusia membawa berbagai macam pandangan dan keterampilan ke dunia nyata, yang pada gilirannya dapat memperkaya diskusi, kolaborasi, dan pemecahan masalah. 

Lalu apa yang orang-orang seperti aku bisa lakukan ke depannya? Harap maklum :)

Memaklumi atau dengan kata lain, aku harus menghargai perspektif orang lain dan menerima situasi yang ada. Dulu aku sempat merasa bahwa berada di posisi memaklumi orang lain merupakan kekalahan dalam berkomunikasi. Namun, aku menyadari bahwa tidak ada menang-kalah dalam berkomunikasi. Ini adalah tentang membangun empati, pemahaman, dan kemampuan untuk berdamai dengan keadaan yang mungkin di luar kendaliku. Disini manusia dituntut untuk dapat menemukan keseimbangan antara memberi dan menerima. Mempertimbangkan kapan harus berbicara pelan, kapan menggunakan penekanan. Memperhatikan intonasi dan artikulasi dalam berbicara. Kapan harus bicara dan kapan mendengarkan. 

Selama ini juga aku selalu diam untuk semua hal yang mengganggu atau membuatku merasa tidak nyaman. Namun mungkin aku harus belajar cara untuk memanfaatkan momen yang tepat untuk bicara. Percaya diri adalah kunci agar aku lebih berani dan tegas dalam berbicara. Aku tidak lagi harus berbicara dalam hati. Tapi aku juga harus belajar mengungkapkannya.

Comments